
Perpendek Masa Kampanye, Upaya KPU Meminimalisir Kekisruhan Politik
Berkaca pada pemilu 2019 lalu panjangnya masa kampanye membuat konstelasi politik Indonesia terjadi sedikit kisruh dimana terdapat pembelahan politik masyarakat, penyebaran berita hoax, disinformasi, hate speech dan politik identitas. Untuk itulah KPU sebagai salah satu penyelenggara pemilu mengupayakan kolaborasi semua pihak agar bisa mengedukasi pemilih dalam pesta demokrasi yang diselenggarakan lima tahunan itu.
Salah satu kolaborasi KPU Provinsi Sumatera Barat dengan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) mengadakan Seminar Nasional Peran Media Menyukseskan Pemilu 2024 “Berkualitas dan Berintegritas” di Sumatera Barat Convention Hall Bukit Lampu pada 5 Juni 2022. Sebagai narasumber dalam kegiatan seminar yaitu Idham Holik, Anggota KPU RI Divisi Teknis Penyelenggaraan kemudian Dr (Cand) Hary Efendi Iskandar, SS, MM sebagai peneliti Pusat Studi Humaniora (PSH) Universitas Andalas dan Teguh Santosa, Ketua Umum Pimpinan Pusat JMSI serta dimoderatori oleh Jen Zuldi, SH.
Mewakili KPU Kota Bukittinggi dalam kegiatan seminar nasional yaitu Divisi Teknis Penyelenggaraan, Yasrul dan Kasubag Teknis Parhubmas, Aldho Syafriandre. Acara seminar dihadiri oleh Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sumbar, Divisi Teknis dan Kasubag Teknis KPU Kab/Kota se-Sumbar.
Dalam pemaparan materi yang disampaikan oleh mantan komisioner KPU Provinsi Jawa Barat, Idham Holik menyampaikan wacana akan mempersingkat masa kampanye pemilihan umum tahun 2024 menjadi 90 (sembilan puluh) hari kalender agar tidak terjadi polarisasi yang tajam ditengah masyarakat. “Pada pemilu 2019 lalu, panjangnya masa kampanye menjadi diskursus komunikasi politik dimana terdapat terma-terma yang tidak pantas diucapkan misalnya cebong dan kampret”, ujar Idham. Keputusan masa kampanye tersebut akan disampaikan pada 7 Juni 2022 kepada publik.
Lebih lanjut Idham mengatakan, sebagai lembaga KPU merasakan dampak disinformasi dan hoax yang terjadi pada pemilu 2019 itu. Untuk itulah Idham mengapresiasi rekan jurnalis melakukan page checking dan page finding yang tidak pernah terjadi pada era pers sebelumnya. Tantangan kedepan di era post truth politics adalah penting bagi kita semua dalam etika berkomunikasi dan etika bermedia sosial.
Sepakat apa yang disampaikan oleh Idham Holik, akademisi, Hary Efendi mengatakan media mempunyai peranan penting terhadap sejarah perjuangan bangsa mulai dari proses pembentukkan negara sampai pembangunan negara. “Jika kita lihat sejarah lahirnya bangsa Indonesia merupakan kontribusi pers dan pegiat media, bahkan founding father kita berasal dari tokoh media” tegas peneliti PSH Unand.
Menyikapi durasi kampanye yang panjang sehingga menimbulkan kekisruhan politik, hendaknya penyelenggara pemilu bisa mengatasi persoalan tersebut. “Jika ada hambatan dari segi regulasi, hendaknya konsultasikan antara KPU dengan DPR” pungkas Hary.
Resah dengan kondisi pemilu 2019 yang kurang baik bagi demokrasi, institusi media yang dipimpin oleh Teguh Santosa sebagai Pimpinan Pusat Jaringan Media Siber Indonesia mengatakan, dalam pesta demokrasi media merupakan alat perang paling canggih dalam menyerang kepercayaan pemilih. “Menurut data Kemenkominfo tahun 2017, lebih dari 43.000 web site yang mendesiminasi informasi dan ini belum dikelola oleh insan pers yang profesional”, ujar Teguh.
Dalam pemaparannya Teguh berpesan, “pemilih hendaknya memproteksi dirinya dengan etika, berbasis fakta serta cek dan ricek”. Adapun kesimpulan dalam seminar nasional ini adalah sudah saatnya media mengedukasi pemilih dengan berita-berita kepemiluan yang informatif. Disamping itu, pemilih hendaknya jangan cepat percaya terhadap informasi yang beredar di media-media yang tidak terverifikasi.